TENTANG KAMI

Blog Taujih ini adalah media dakwah melalui dunia maya yang di kelola oleh Divisi Dakwah PPIDS yang beranggotakan:
- Ketua Umum : Ust. Iyas Sirajuddin
- Koordinator Harian dan Bendahara : Ust. Habib AR
- Sekretaris dan Publikasi : Ust. Ahsanul Huda
- Penerbitan Buletin dan Pengedaran Kotak Infak : Ust. Shidiq
- Koordinasi Santri dan Pelaksana Harian : Ust. Qois
- Humas dan Transportasi : Ust. Habib
- Penanggung Jawab Ritme Dakwah dan Humas : Ust. Dawud


Sabtu, 24 November 2012

SI KIKIR YANG MALANG

Penghalang utama meraih keutamaan infaq adalah sifat kikir, karena itu dalam salah satu do’anya Rasulullah pernah berdo’a:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبُخْلِ

“Ya Allah aku berlindung kepad-Mu dari  sifat kikir” (potongan doa , diriwayatkan Al-Bukhari 5893).


Bila kita renungi dalam-dalam do’a beliau, kita akan merasakan betapa tajam bashirah (mata hati) beliau dan betapa jauhnya pandangan beliau saat melihat bahaya kikir. Betapa tidak?, sifat bakhil alias kikir tak hanya berbahaaya bagi orang lain, lebih dari itu sebenarnya yang paling merasakan bahayanya adalah si pemilik sifat ini.

Segala amal kebaikan, pangkalnya adalah melawan hawa nafsu dan bermuara pada meraih kenikmatan akhirat serta ridho Allah. Sementara  sifat kikir berawal dari menuruti keinginan hawa nafsu dan bermuara pada meraih kenikmatan dunia yang fana. Ringkasnya, infak berpangkal pada iman, sedang kekikiran berpangkal pada kekufuran. Oleh karena itu dua hal ini (iman dan sifat kikir)  selamanya tak akan pernah bertemu, Rasulullah bersabda:

لاَ يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالإِيمَانُ فِى قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا

“Tak akan pernah berkumpul sifat kikir dan iman pada diri seorang hamba”(HR An-Nasa’I 3110. Ahmad 9400, dari Abu Hurairah. Dinyatakan Shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa’i). Kebaikan apakah yang tersisa bila seseorang dijauhkan Allah dari iman ?!.

Bahaya lainya adalah terjebak dalam angan-angan semu yang melalaikan diri dari kematian. Orang yang kikir orientasi hidupnya adalah menumpuk-numpuk harta dan menghitung-htung harta. Sementara ia tak sadar sebanyak apapun harta yang dikumpulkan,toh ia akan meninggalkanya. Di sisi lain asyiknya  panjang angan-angan si bakhil berakibat ia sendiri tak sempat menikmati hartanya sendiri. Bagaimana tidak, sedangkan ia selalu dihantui kecemasan hartanya akan berkurang?.

Yang juga seringkali tak disadari si kikir adalah laknat dan do’a dari orang-orang yang terzalimi,  Padahal do’a orang yang terzalimi termasuk do’a yang akan dikabulkan oleh Alloh, meski ia seorang kafir sekalipun, Rasulullah bersabda:

 اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ وَإِنْ كَانَ كَافِرًا فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ
 
“Hati-hatilah kalian dengan do’anya orang yang terzalimi, meski ia seorang kafir. Karena sungguh tak ada penghalang antara doanya dengan Allah” (HR Ahmad 12091, dinyatakan hasan oleh Al-Albaniy dalam  silsilah As-Shahihah juz  3/395 hadits ke-767). Bahkan bukan hanya orang-orang yang terzalimi saja,  para Malaikat-pun turut mendo’akan kecelakaan bagi orang yang kikir. Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَاد فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانَ يَنْزِلاَنِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا؛ وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

“Tidaklah ada satu hari ketika seorang hamba memasuki waktu paginya, kecuali ada dua malaikat yang turun, lalu salah satunya berdo’a: “Ya Allah berikanlah ganti kepada orang yang telah berinfak”. Sementara malaikat yang lain berdo’a:”Ya Allah binasakanlah orang yang menahan hartanya (bakhil)”(Muttafaqun ‘alaih. Bukhari 1351; Muslim 1678).

Bagaimana kita mengobati penyakit kikir?. Ibnu Qudamah Al-Maqdisy berkata: “Penyebab kikir adalah kecintaan yang berlebihan terhadap harta.  Kecintaan terhadap harta disebabkan dua hal, mencintai hawa nafsu dan panjang angan-angan”. Beliau melanjutkan:”Ketahuilah! bahwa obat suatu penyakit adalah dengan kebalikannya, maka obat cinta hawa nafsu adalah qana’ah (merasa cukup dengan pemberian-Nya) dan sabar. Adapun panjang angan-angan obatnya adalah memperbanyak mengingat kematian” (Mukhtashar Minhajul Qashidin: 195-196). Wallahu a’lam. (Abu Hannah)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar