TENTANG KAMI

Blog Taujih ini adalah media dakwah melalui dunia maya yang di kelola oleh Divisi Dakwah PPIDS yang beranggotakan:
- Ketua Umum : Ust. Iyas Sirajuddin
- Koordinator Harian dan Bendahara : Ust. Habib AR
- Sekretaris dan Publikasi : Ust. Ahsanul Huda
- Penerbitan Buletin dan Pengedaran Kotak Infak : Ust. Shidiq
- Koordinasi Santri dan Pelaksana Harian : Ust. Qois
- Humas dan Transportasi : Ust. Habib
- Penanggung Jawab Ritme Dakwah dan Humas : Ust. Dawud


Senin, 22 Oktober 2012

Tanya Jawab

Pertanyaan:

Apakah ada larangan tidur setelah subuh dan setelah ashar?


Jawab:

Berkaitan dengan masalah tidur setelah sholat shubuh, tidak ada dalil yang melarang dari hal tersebut, sehingga ia dikembalikan pada hukum asal yaitu bolehnya seseorang tidur sehabis sholat shubuh. Akan tetapi tuntunan Rasulullah dan para sahabat jika mereka telah selesai melakukan sholat shubuh, mereka duduk ditempat sholatnya hingga terbitnya matahari. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam shahih muslim, Dari Samak bin Harb ia berkata: aku bertanya kepada jabir bin samurah, “Apakah engkau pernah duduk bersama Rasulullah?”  Ia menjawab: ya, sering sekali. Rasulullah tidak berdiri dari tempat sholatnya hingga matahari terbit, jika matahari telah terbit beliau beranjak” ( HR. Muslim ).

Rasulullah juga meminta kepada Allah agar umatnya diberkahi pada waktu paginya.

اللّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِيْ فِيْ بُكُوْرِهَا.

“Ya Allah berikanlah keberkahan kepada umatku pada waktu paginya”. (HR. Abu Dawud ).

Adalah Rasulullah jika memberangkatkan pasukannya ia memilih waktu pagi hari. Berangkat dari hal ini maka sebagian salaf membenci tidur setelah sholat shubuh. Diriwayatkan dari Urwah bin Zubair bahwasannya ia berkata: “Sungguh Zubair dahulu melarang anak-anaknya dari tashobbuh ( tidur setelah shubuh ). Kemudian Urwah berkata: “Saya mendengar bahwasannya ada orang yang biasa tidur setelah shubuh, akan tetapi aku tidak melakukannya”. ( HR. Ibnu Syaibah ).

    Akan lebih baik jika seseorang lebih jeli dalam menggunakan waktu pagi ini untuk aktfitas yang bermanfaat, baik yang berkaitan dengan urusan akhirat maupun urusan dunianya. Namun jika tidur pagi untuk memulihkan stamina, atau mungkin ia tidak ada waktu lain untuk istirahat kecuali pada pagi hari, maka hal itu tidaklah mengapa.

    Adapun tentang larangan tidur setelah ashar, maka tidak ada satupun dalil yang melarang tentang hal itu. Sedangkan hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah

مَنْ ناَمَ بَعْدَ الْعَصْرِ فَاخْتَلَسَ عَقْلُهُ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ.

“Barangsiapa tidur setelah asar kemudian akalnya hilang, maka janganlah ia mencela kecuali atas dirinya sendiri.”

Hadits diatas adalah batil dan tidak ada asalnya dari Rasulullah, sehingga tidak bisa dijadikan landasan beramal.

Wallahu a’lam bishshowab.


Pertanyaan:

Bolehkah mencuci dengan laundre kering?



Jawab:

Para ulama berbeda pendapat tentang masalah menghilangkan najis dengan selain air, namun jumhur ulama berpendapat bahwa najis hanya dapat disucikan dengan air saja, kecuali beberapa hal yang diberi keringanan oleh syari’at, yaitu bolehnya  menghilangkan najis dengan selain air seperti najis yang menempel pada sandal disucikan dengan cara menggosokkannya ditanah, ujung pakaian wanita yang terkena najis akan suci dengan debu yang tersapu dengannya, juga masalah bolehnya bersuci setelah buang air kecil dengan batu.

    Adapun Abu Hanifah berpendapat bolehnya menghilangkan najis dengan segala benda cair yang suci asalkan bisa digunakan untuk menghilangkan najis, sepperti cuka, air kelapa dll.

    Yang rojih (kuat) dari beberapa pendapat yang ada tentang masalah diatas adalah bolehnya menghilangkan najis dengan selain air. Jika najis itu dapat hilang dengan materi selain air maka ia sama hukumnya menjadi suci seperti halnya jika dicuci dengan air. Karena sesungguhnya jika suatu hukum itu ditetapkan dengan sebab ‘ilah tertentu, maka hukum itu akan hilang dengan hilangnya sebab ‘ilah itu. Artinya sesuatu dapat dihukumi najis karena adanya benda najis yang menempel padanya, maka ia tidak akan dihukumi najis dengan hilangnya najis dari benda itu, baik najis itu dihilangkan dengan media air atau hilang dengan yang lainnya, yang penting najisnya hilang.

    Jadi, boleh hukumnya mencuci najis dengan cara laundre kering yang ada dan kita kenal pada hari ini. Akan tetapi demi kehati- hatian dan lebih selamatnya kalau kita mengambil pendapat jumhur yang mengatakan bahwa hukum asli bersuci dari najis adalah dengan menggunakan air, dan tidak sah mencuci najis dengan selain air.

Wallahu a’lam bishshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar