TENTANG KAMI

Blog Taujih ini adalah media dakwah melalui dunia maya yang di kelola oleh Divisi Dakwah PPIDS yang beranggotakan:
- Ketua Umum : Ust. Iyas Sirajuddin
- Koordinator Harian dan Bendahara : Ust. Habib AR
- Sekretaris dan Publikasi : Ust. Ahsanul Huda
- Penerbitan Buletin dan Pengedaran Kotak Infak : Ust. Shidiq
- Koordinasi Santri dan Pelaksana Harian : Ust. Qois
- Humas dan Transportasi : Ust. Habib
- Penanggung Jawab Ritme Dakwah dan Humas : Ust. Dawud


Selasa, 20 Desember 2011

Menggapai Barakah Madrasah Ramadhan

Waktu terus melaju. Dan kembali kita bertemu bulan yang Allah pilih menjadi bulan terbaik. Ramadhan, bulan yang dipenuhi barakah kebajikan. Cukuplah sabda Nabi berikut ini menjadi bukti kemuliaan Ramadhan. Beliau bersabda:  “Jika masuk malam pertama dari bulan Ramadhan, para setan dan pembangkang dari golongan jin dibelenggu, pintu pintu neraka ditutup, dan tidak ada satu pintu pun yang dibuka.Pintu –pintu jannah dibuka dan tidak ada satu pintupun yang ditutup. Dan ada penyeru yang menyeru: “Wahai pengharap kebaikan, sambutlah, wahai pemburu keburukan berhentilah. Dan Allah membebaskan orang orang dari neraka. Dan itu terjadi setiap malam bulan Ramadhan. (Shahih At Tirmidzi).


Maka bagi jiwa yang menghendaki kebaikan, tentu datangnya Ramadhan menjadi momen yang membahagiakan untuk meningkatkan kualitas diri  dan ketakwaannya kepada Allah ta’ala.

Pendidikan di Madrasah Ramadhan.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa shiyam Ramadhan bukan semata-mata menahan lapar, minum dan jima’ saja, lebih dari itu justru tersirat tujuan ruhiyah yaitu agar kualitas ketakwaan meningkat.
Maka alangkah ruginya orang yang mengisi madrasah Ramadhan ini hanya sebatas tidak makan, tidak minum dan tidak berjima’ dengan istrinya, sementara kesehariannya dipenuhi amal sia-sia atau bahkan bergelimang dosa. Televisi menjadi teman keseharian, musik cadas pelupa dahaga, atau main kartu penghilang lapar. Shiyam yang diisi kegiatan semacam ini tidak akan banyak berarti bagi peningkatan dirinya, bahkan terancam tidak mendapat apa-apa dari shiyamnya kecuali lapar dan dahaga. Rasulullah saw pernah bersabda:

“Barang siapa yang tidak dapat meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta tindakan bodoh, maka Allah tidak membutuhkan amalannya dalam meninggalkan makanan dan minumannya   “ (Bukhari).

Jika demikian halnya maka mestinya kita bertekad bahwa Ramadhan kali ini harus menjadi wahana utama peningkatan diri. Diantara yang harus kita upayakan tercapai pada diri kita adalah:

Pertama. Peningkatan rasa muroqobatullah.

Shaum adalah ibadah yang persembahannya betul-betul hanya untuk Allah. Artinya bahwa ibadah lainnya rata-rata pasti disaksikan manusia. Sholat, zakat ataupun haji semuanya dilihat manusia. Sedangkan shiyam mengandalkan kejujuran individu kepada Allah. Sekiranya seseorang tidak shaum lalu berpura-pura shaum di hadapan manusia maka manusia tidak mengetahui kebohongannya. Tetapi karena memang orang yang shiyam ini hanya mengharap Ridha Allah dan merasa selalu dalam pengawasan-Nya maka ia tidak berani minum meskipun seteguk, meskipun tidak ada orang yang tahu. Jika dihayati ini merupakan latihan besar untuk selalu merasakan pengawasan Allah atas dirinya. Sehingga jika rasa muroqobatullah ini menguat, tentu keikhlasan dalam beribadah, merasa tenang bermunajat kepada-Nya, merupakan efek otomatis kuatnya muroqobatullah.

Kedua. Meningkatkan taqarrub kepada-Nya.

Ramadhan merupakan bulan pendekatan diri. Bagaimana tidak, di hari-hari itu kita dibiasakan untuk semakin mendekat kepada Al Qur’an. Orang-orang shalih zaman dahulu terbiasa membaca Al Qur’an di bulan Ramadhan  melebihi pada bulan-bulan lainnya. Sahabat Utsman bin ‘Affan ra biasa mengkhatamkan Al Qur’an dalam semalam. Imam Syafi’i bahkan bisa mengkhatamkan enampuluh kali dalam sebulan. Mereka menyibukkan waktunya untuk membaca Al Qur’an. Taruhlah tidak sekuat imam Syafi’i yang telah hafal Al Qur’an sejak kecil, atau tidak sehebat sahabat Utsman bin Affan, tetapi paling tidak kita harus punya target untuk bisa mengkhatamkan Al Qur’an minimal sekali dalam bulan Ramadhan. Syukur bisa lebih banyak lagi. Harapannya setelah Ramadhan kebiasaan ini bisa tetap kita lestarikan. Dengan dekat terhadap Al Qur’an kita berharap mendapat rahmat dari-Nya dan hatipun tenang karenanya. Firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Wahai manusia, telah dating kepada kalian peringatan dari Rabb kalian , obat penyakit hati dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman.” (Yunus:57).

Selain itu masih ada ibadah qiyam lail yang bisa menjadi sarana pembiasaan tahajjud pada masa-masa setelah Ramadhan.

Ketiga. Mempertajam rasa solidaritas.

Saat shiyam kekuatan kita otomatis melemah. Rasa lapar dan dahaga juga kita rasakan. Jika kita bisa menajamkan perasaan kita maka akan terbayang dalam benak kita, bagaimana keadaan orang-orang miskin yang tidak hanya sehari menahan lapar lalu sorenya bis berbuka. Tetapi memang mereka terbiasa tidak makan tanpa tahu kapan dapat lagi sesuap nasi? Apalagi di bulan ini kita juga dihasung untuk banyak berinfak, mengikuti jejak Rasulullah yang diceritakan sahabat Ibnu Abbas ra bahwa beliau dalam bulan Ramadhan sangat dermawan melebihi hembusan angin, tidaklah beliau diminta kecuali pasti akan memberinya. Rasulullah juga menghasung untuk memberi buka orang-oang yang shiyam. Sabdanya:

من فطر صائمًا كان له مثل أجره إلا أنه لا ينقص من أجر الصائم شىء

"Barang siapa yang memberi buka kepada orang yang sedang shaum maka ia mendapat pahala sepertinya tanpa mengurangi pahala orang yang shaum itu sedikitpun juga" (Ahmad).

Semoga pembiasaan ini bisa menjadi akhlak kita pada masa-masa mendatang yang memiliki kepekaan sosial lalu membiasakan berkorban harta untuk kebaikan ummat.

Keempat. Mengekang hawa nafsu.

Ramadhan hendaknya menjadi wahana melatih nafsu kita agar mudah tunduk kepada aturan Allah. Tidak hanya nafsu makan dan jima’, tetapi juga nafsu dalam mengumbar kata, dalam mengendalikan emosi dan dalam bersikap. Rasulullah mengingatkan kita tentang hal ini:

“Jika salah seorang dari kalian berpuasa, janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor, bersuara tidak pantas, atau bertindak bodoh, jika ada seseorang yang menghinanya atau mengajaknya berkelahi maka ucapkanlah saya sedang shaum saya sedang shaum”  (Bukhari dan Muslim).

Kita berharap Ramadhan kali ini berhasil menjadi wahana kita menapaki tangga ketakwaan sejati. Dan tiada daya upaya kecuali atas pertolongan Allah semata. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar