TENTANG KAMI

Blog Taujih ini adalah media dakwah melalui dunia maya yang di kelola oleh Divisi Dakwah PPIDS yang beranggotakan:
- Ketua Umum : Ust. Iyas Sirajuddin
- Koordinator Harian dan Bendahara : Ust. Habib AR
- Sekretaris dan Publikasi : Ust. Ahsanul Huda
- Penerbitan Buletin dan Pengedaran Kotak Infak : Ust. Shidiq
- Koordinasi Santri dan Pelaksana Harian : Ust. Qois
- Humas dan Transportasi : Ust. Habib
- Penanggung Jawab Ritme Dakwah dan Humas : Ust. Dawud


Minggu, 23 September 2012

Antara Tawakkal dan Ikhtiyar


 Iblis dalam menyesatkan manusia senantiasa melalui dua jalan, melebih-lebihkan suatu urusan atau mengkurang-kurangkan. Satu sisi orang mengaku telah bertawakkal, namun sama sekali tak ada usaha yang ia lakukan. Baginya tawakal adalah seperti  wayang yang pasrah kepada dalang tanpa menolak sedikitpun. Sementara di sisi lain ada orang yang begitu percaya diri dengan kemapuan yang ia miliki. Pendek kata semua kesuksesannya  adalah hasil usahanya sendiri.

Memang di tengah bertnya ekonomi yang semakin berat, banyak orang yang merasa putus asa. Mereka merasa tak mampu memenuhi kebutuhan hidup yang semakin kompleks. Akhirnya  dengan dalih tawakal, mereka memilih menganggur, bergantung pada orang lain. Benar bahwa  Allah telah brrfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُه
Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya niscaya Dia akan mencukupinya
(QS Ath-Thalaq: 3)
tetapi kemudian dalam tataran realita  beragam sikap manuia dalam memahami ayat di atas
Hakekat tawakal
Rasulullah bersabda:

لّوأَنَّكُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
Seandainya kalian betul-betul bertaawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan rizki kepadamu, seperti Ia memberi rizki kepada seekor burung, pergi dalam keadaan lapar dan kemabali dalan keadaan kenyang. (HR Al-Bazar hadits no 340/I/80. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih wa dha’if Al-Jami As-Shaghir hadits no 9382)

Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan bahwa tawakal hakekatnya adalah ungkapan tentang ketergantungan hati kepada Allah, anda  menyakini bahwa  Allah sajalah yang Maha Pengasih, Maha kuat, Allah-lah yang memberi hidayah. Anda juga meyakini bahwa Dialah pelaku yang hakiki. Anda juga meyakini bahwa Dia adalah pemilik ilmu yang sempurna dan kekuasaan yang mutlak. Tak ada kekuasaan lain selain kekuasaan Allah. Tak ada ilmu yang melebihi ilmu Allah. Tak ada rahmat selain dari Allah. Setelah itu hatimu bersandar kepada-Nya . Tak berpaling sdikitpun dari Allah kepada yang lain.  (Mukhtashar MinhajulQashidin: 316)

Dari penjelasan di atas maka sesungguhnya tawakal tidaklah bertentangan dengan ikhtiyar dan usaha, karena ia merupakan amalan hati sedang usaha dan ikhtiyar adalah amalan anggota badan yang wajib secara syar’i. Sebab termasuk sunnatullah Ia menjadikan segala sesuatu dengan prinsip sebab akibat. Oleh karena itu Meninggalkan usaha juga merupakan satu keharaman. Dus keduanya adalah dua hal yang saling beriringan. 

Sebab lemahnya tawakkal.

               Ibnu Qudamah menngatakan bahwa lemahnya tawakkal bersumber dari dua hal:
         1.Lemahnya keyakinan kepada Allah. Lemahnya keyakinan tehadap Allah bisa berwujud lemahnya keyakiana bahwa Allah mencukupi setiap makhluknya,  bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Lemahnya keyakinan ini diantaranya disebabkan lemahnya pengkajian dan penghayatan terhadap nama-nama dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala

         2. Lemahnya hati dengan berkuasanya syahwat (kemaksiatan) atau subhat yang menimbulkan keragu-raguan. Kemaksiatan yang terus-menurus akan menjadikan hati gelap sehingga yang haq (kebenaran) dipandang sebagai kebatilan dan sebaliknya kebatilan dipandang sebagai kebenaran. Allah berfirman:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Sekali-kali tidak noktah-noktah dosa itu telah meutupi hati mereka disebabkan apa yang mereka usahakan (QS Al-Muthaffifin: 14). Wallahu a’lam (Sulthoni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar